PT Pertamina (Persero) berkolaborasi dengan Chevron New Ventures untuk menjajaki bisnis rendah karbon di Indonesia. Ini sejalan dengan target emisi karbon nol persen pada tahun 2060 yang ditarget pemerintah Indonesia.
Pada hari Kamis, perusahaan telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) di Washington DC. Hal itu disaksikan Jay Pryor, Executive Vice President of Business Development Chevron, dan Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina.
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengaku tak sabar untuk menyaksikan implementasi dari kerja sama kedua perusahaan energi ini. Dia meyakini ke depannya, pelaksanaan kerja sama ini bisa dilakukan dengan cepat.
“Saya yakin kita bisa berjalan dengan cepat, dan Chevron juga melakukan telah melakukan studi dan melakukan hal ini, dan saya yakin kita bisa mencapai target ini secepatnya,” imbuh Luhut.
Luhut menyebut langkah ini merupakan hal yang penting bagi Indonesia. Apalagi, Indonesia memiliki potensi penyerapan karbon yang tertinggi di dunia. Dia mengklaim Indonesia mampu menyerap 70 persen karbon dunia.
“Jadi dengan MoU ini kita bisa melihat bahwa sisi utamanya adalah untuk melakukan eksplorasi dan mengembangkan teknologi, termasuk sektor geothermal dan lingkungan yang bisa menyerap karbon secara natural dan jadi solusi rendah karbon dari kegiatan kedua perusahaan ini,” katanya.
Langkah ini sekaligus membuat Menko Luhut optimistis bahwa ke depannya semua orang akan berbicara mengenai energi bersih dan energi hijau. Di mana itu akan berdampak baik bagi lingkungan di dunia.
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati menyambut baik kolaborasi kedua perusahaan ini. Nicke menyebut ini merupakan salah satu dukungan perusahaan untuk mengejar target Nationally Determined Carbon (NDC) yang telah ditetapkan.
“kerja sama dengan Chevron bisa melirik sejumlah kegiatan, karena kita punya pengalaman salah satunya di sektor geothermal, jadi kita bisa meningkatkan aktivitas geothermal dan ke depannya dalam lima tahun ke depan,” katanya.
Panas bumi memainkan peran penting dalam dorongan Energi Pertamina. Melalui Subholding Power & EBT, perusahaan energi negara tersebut memiliki total kapasitas terpasang panas bumi sebesar 1.877 megawatt dari 13 wilayah kerja panas bumi.
Pertamina mengoperasikan 672 megawatt secara mandiri, sedangkan sisanya berasal dari 1.205 kontrak kerjasama operasi.
Dia juga mengutip permintaan Presiden Joko Widodo dalam forum G20 tentang perusahaan energi perlu bersama-sama untuk mengatasi krisis iklim. Salah satunya melalui kegiatan yang mendukung energi bersih.
“Presiden meminta untuk kita harus menjadi katalis dalam hal ini, dan bisa memastikan bahwa kita tidak meninggalkan siapapun di belakang kita,” katanya.
Sumber : Liputan6.com